Goenawan dan Resiliensi Pers di Era Reformasi

Goenawan Soesatyo Mohamad, sosok budayawan dan tokoh pers terkemuka Indonesia, memberikan sumbangan yang signifikan dalam membentuk wajah pers modern di tanah air. Dalam hidupnya, ia tidak hanya menjadi pendiri dan pemimpin majalah Tempo yang populer, tetapi juga menciptakan aliran pers berbasis sastra yang khas. Artikel ini akan membahas perjalanan hidup, sumbangsih, dan transformasi Goenawan Mohamad dalam media tanah air.

Perjalanan Hidup GM

Goenawan dilahirkan pada tanggal 29 Juli 1941 di dusun nelayan di Jawa Tengah. Meski lahir dari latar belakang sederhana, kemampuan berceritanya mulai nampak sejak usia 17 tahun. Ia memasuki Fakultas Psikologi di Universitas Indonesia, akan tetapi tidak menyelesaikan pendidikannya tersebut. Keputusan ini tidak menghalanginya untuk terus mengembangkan wawasannya melalui banyak pengalaman dan penulisan.

Goenawan terlibat dalam dunia kebudayaan, terutama sebelum keruntuhan Orde Lama. Ia turut berpartisipasi dalam pembuatan Manifes Kebudayaan, yang sering kali diejek oleh pemerintah Soekarno sebagai “II Manikebu”. Pengalamannya di luar negeri, termasuk pendidikan di College of Europe, Belgia, juga memperkaya wawasannya sebelum kembali ke Indonesia dan terjun ke dunia jurnalistik.

Kontribusi GM dalam Dunia Pers

Salah satu prestasi terbesar Goenawan adalah pembentukan majalah Tempo pada tahun 1971. Di bawah kepemimpinannya, Tempo bukan hanya menjadi media unggulan, tetapi juga perintis dalam tipe pers bersastra di Indonesia. Rubrik “Catatan Pinggir” yang diciptakannya setiap minggu menjadi wadah media bagi ide kritis dan reflektif di tengah kejadian yang berlangsung.

Tetapi, sejarah Goenawan dan Tempo tidak selalu lancar. Pada tahun 1994, Tempo, seiring dengan Detik dan Editor, menjadi pembatalan oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam menghadapi keadaan tersebut, Goenawan yang biasanya tidak menonjol, tiba-tiba tampil ke permukaan untuk memprotes tindakan represif tersebut. Walaupun majalahnya berhasil kembali pada tahun 1998, Goenawan memilih untuk menarik diri dari kursi pemimpin redaksi. Keputusan ini merefleksikan sikap hidupnya yang tidak ingin terjebak dalam posisi yang jelas atau memposisikan dirinya dalam posisi kekuasaan.

Perubahan Arah Hidup GM

Setelah kehilangan Tempo, Goenawan tidak hanya berhenti berkontribusi. Ia memilih untuk mengubah arah hidupnya dengan lebih aktif dalam lingkungan budaya. Salah satu langkah penting adalah perannya di Teater Utan Kayu dan pendirian Radio Berita 68 H yang dikelola oleh ISAI. Keputusannya untuk berfokus pada masyarakat budaya dan media alternatif menyiratkan ketidakpuasan terhadap arah pers mainstream yang ada.

Goenawan Mohamad adalah sosok yang mencerminkan semangat dan ketidakpuasan terhadap keadaan. Dalam setiap langkahnya, ia menunjukkan bahwa pers tidak hanya berkaitan dengan informasi, tetapi juga mengenai gagasan dan budaya. Melalui karya dan peran serta, Goenawan telah menorehkan warisan yang mendalam dalam sejarah jurnalisme di Indonesia, dan akan terus diingat sebagai salah satu pilar penting dalam bidang pers tanah air.

Sumber: Arsip Digital – Goenawan Mohamad: Budayawan dan Pers Modern Indonesia

Tinggalkan komentar